RESOLUSI MAHASISWA USAHID 2010
Kampus Sahid sudah banyak memberikan manfaat bagi mahasiswanya. Tentunya tidak mudah untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari tahun sebelumnya karena terkadang proses tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapai suatu perubahan seperti yang diinginkan oleh mahasiswa.
Andyla Akbar, mahasiswa fakultas ekonomi jurusan menajemen, berpendapat, besarnya biaya dengan fasilitas yang ada kurang sesuai. Dengan banyaknya mahasiswa yang masuk setiap tahun tetapi penambahan fasilitasnya belum terlihat.
Menurutnya memang banyak fasilitas yang sedang direnovasi tetapi tidak mencukupi fasilitas yang lainnya. Contohnya lift yang sering rusak, kurangnya renovasi yang besar-besaran untuk keseluruhan bangunan kampus yang terlihat kurang terawat, toilet yang kurang memadai, AC yang terkadang tidak memberikan kenyamanan terhadap aktifitas mahasiswa/i dalam menuntut ilmu.
”Saya berharap dari segi pembelajaran, diharapkan menyeleksi kembali dosen yang berkualitas, bermutu, berkompeten di bidangnya, lab-lab yang ada di lantai 7 lebih sering diaktifkan untuk praktek-praktek, dan lain-lain.” ucap Andyla Akbar.
Senada dengan Andyla, Rika mahasiswi penggiat jurnalistik ini mengakui fasilitas yang diberikan kampus masih belum memadai.
”Kampus ini masih banyak kekurangan dari segi sarana dan prasarannya, seperti pelayanan akademik yang masih minim keterbatasan. Saya berharap untuk di tahun ini Usahid dapat memperbaiki segala fasilitas yang ada agar mahasiswa merasa nyaman dalam mengikuti perkuliahan.” tutur pemilik nama Rika Rospiana itu.
Tak ayal lagi, akibat bobroknya fasilitas kampus, hampir semua mahasiswa/i mengkritik habis masalah kondisi kampus.
“Kita hanya mendapatkan teori tanpa ada praktek yang seharusnya bagi mahasiswa/i pariwisata dan perhotelan butuhkan. Seperti pembukaan lab untuk MHT seperti lab resepsionist, housekeeping, dan lain sebagainya,” imbuh Rusi Love Ginting.
Semoga apa yang kita inginkan di tahun 2010 ini dapat terwujud dan kita sebagai mahasiswa juga merasakan kenyamanan kampus kita ini. TIM
OASE
Umar dan Nenek Tua
Di sebuah rumah kecil, hidup seorang nenek buta yang memiliki seekor kambing, sebuah ember dan tikar yang sudah usang. Melihat keadaannya yang sangat menyedihkan, Umar bin Khattab berjanji kepadanya untuk datang setiap saat membantu membersihkan rumahnya, memeras susu kambing dan membawa makanan baginya.
Satu hari sebagaimana biasa ia datang ke rumah nenek buta itu, tapi hari itu sangat berbeda dengan hari-hari yang lain, ia mendapatkan rumahnya sudah rapi, bersih, susu kambing sudah diperas dan makanan sudah tersedia. Beliau sangat heran siapa gerangan yang datang ke rumah nenek itu?
Hari berikutnya ia datang lagi ke rumahnya. Begitu pula ia dapatkan rumahnya sudah rapi, bersih, susu kambing sudah diperas dan makanan sudah tersedia. Timbul penasaran di hati Umar ra ingin cari tahu siapa gerangan yang datang membantu nenek tua tadi.
Hari berikutnya ia datang ke rumah nenek buta pagi-pagi sekali. Hari itu berbeda dengan hari biasanya, ia tidak masuk ke rumahnya, tetapi ia duduk di luar rumah menunggu siapa gerangan yang datang ke rumahnya setiap hari. Tiba tiba seorang datang mengetuk pintu rumah nenek buta itu dan masuk ke dalam rumah. Ia adalah Abu Bakar Shidiq ra. pada saat itu ia menjabat sebagai khalifah.
Setelah Umar ra mengetahui kejadian itu, ia kembali pulang dan di hati beliau tersimpan kesan indah dan pujian terhadap perbuatan dan kemurahan hati khalifah Abu Bakar ra yang selalu mendahuluinya dalam segala kebaikan. Abi ‘Ulya
Embun
Mendiamkan Kemungkaran Membawa Bencana
Kufr (kekafiran), fusuq (kefasikan dan ‘isyhyan (kemaksiatan) adalah penyebab keburukan dan permusuhan, maka adakalanya seseorang atau kelompok melakukan perbuatan dosa, sedangkan segolongan yang lainnya tidak mau memerintahkan yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran, maka sikap seperti itu termasuk dosa.
Tidak adanya nahyul mungkar itulah yang akan menyebabkan terjadinya perpecahan, perselisihan, serta berbagai bentuk keburukan dalam kehidupan. Bencana dan keburukan terbesar baik di zaman dahulu, maupun sekarang, karena memang manusia cenderung berbuat kezaliman. Sekarang, kezaliman dan kebodohan telah terjadi di seluruh lapisan kehidupan. Tak ada keinginan dengan sunguh-sungguh mencegah dan melarang segala bentuk kezaliman dan kebodohan, dan justru semuanya itu dibiarkan, seakan kehidupan ini sudah dikooptasi oleh sifat yang zalim dan bodoh dari manusia.
Barangsiapa yang merenungkan berbagai bencana yang terjadi, maka tak lain faktor penyebabnya adalah kezaliman dan kebodohan. Ibn Taimiyah melihat bahwa bencana yang terjadi di antara para pemimpin umat dan para ulamanya serta siapa saja yang masuk dalam kategori itu, termasuk dari kalangan raja dan masyayikh (ulama) berikut orang-orang yang mengikuti mereka dari masyarakat awam, dan semuanya berakar dari faktor itu.
Termasuk adanya fitnah tersebut berbagai faktor kesesatan berupa ‘hawa nafsu yang berkedok keagamaan’ (al Ahwa’ ad-Diniyah). Sekarang berbagai kezaliman dan kebodohan, dan adanya berbagai penyimpangan terhadap mabadi’ (prinsip-prinsip) Islami, berkembang biak di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi kehidupan yang tenteram dan jiwa yang tenteram (qolbun salim). Inilah yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan. Saling fitnah dan membenci telah merasuk dalam kehidupan yang nyata.
Manusia telah dirasuki jiwa yang disebut ‘As-Syuh’ yang artinya kerakusan jiwa yang sangat besar, dan menyebabkan kebakhilan (tidak ada rasa belas kasihan) terhadap orang-orang yang lemah, menahan apa yang dikuasainya, mengambil harta orang lain dengan zalim, yang menyebabkan terputusanya kekerabatan dan menyebebkan kedengkian, rasa tidak suka terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Menurut Ibn Taimiyah ada tiga jenis dosa, pertama, dosa yang berisi kezaliman terhadap manusia, seperti kezaliman dengan mengambil harta, menghalangi hak-hak, dengki, tamak dan rakus, membiarkan kerusakan dan kemungkaran oleh seorang penguasa. Kedua, dosa yang berisi kezaliman terhadap diri sendiri, seperti minum kamr dan zina. Apabila kemudharatan kedua tidak melampaui batas. Ketiga, dosa yang didalamnya berhimpun dua perkara tersebut. Seperti, pejabat yang mengambil harta manusia dengan cara yang zalim, lalu melakukan perbuatan dosa lainnya, seperti meminum kamr dan berzina. Inilah yang akan menyebabkan terjadinya bencana.
Dan, sekarang ini banyak manusia yang memiliki sifat ‘As-Syuh’, rakus, tamak, bakhil, dan menahan apa yang telah dikuasainya, dan kemudian mengibatkan terjadinya bencana yang dahsyat, dan itu diawalinya semakin banyak orang yang fakir, dan terlantarkan hak-haknya, serta tidak mendapatkan adanya keadilan. Karena golongan ‘As-Syuh’ itu telah menjadi penguasa yang sejati dalam kehidupan.
Maka, ketika menjelang akhir masa pemerintahan Khalifah Utsman dan Ali, kebanhyakan berada pada bagian terakhir, kaerna dalam diri mereka terdapat syahwat dan syubhat, serta ditutupi dengan iman dan agama, dan itu semua terdapat dalam diri sebagian para pejabat dan sebagian rakyat (umat). Dan, munculllah fintah yang penyebabnya, yaitu tidak adanya ketakwaan dan ketaatan, serta bercampur-baurnya antara takwa dan taat dengan hawa nafsu dan kemaksiatan diantaranya kalangan pemimpin dan umat.
Sementara itu, masing-masing mentakwilkan bahwa fihaknya memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan pihaknya berada dalam kebenaran dan keadilan. Ada jenis hawa nafsu yang menyertai takwil tersebut, lalu terdapat sejenis persangkaan dan keinginan nafsu. Meskipun, salah satu dari masing-masing itu mengklaim lebih dekat dengan kebenaran.
Inilah keadaan yang terjadi hari ini yang akan terus berlanjut, di masa-masa yang akan datang. Semuanya akan menyebabkan terjadinya bencana. Wallahu ‘alam. TIM
OASE
Umar dan Nenek Tua
Di sebuah rumah kecil, hidup seorang nenek buta yang memiliki seekor kambing, sebuah ember dan tikar yang sudah usang. Melihat keadaannya yang sangat menyedihkan, Umar bin Khattab berjanji kepadanya untuk datang setiap saat membantu membersihkan rumahnya, memeras susu kambing dan membawa makanan baginya.
Satu hari sebagaimana biasa ia datang ke rumah nenek buta itu, tapi hari itu sangat berbeda dengan hari-hari yang lain, ia mendapatkan rumahnya sudah rapi, bersih, susu kambing sudah diperas dan makanan sudah tersedia. Beliau sangat heran siapa gerangan yang datang ke rumah nenek itu?
Hari berikutnya ia datang lagi ke rumahnya. Begitu pula ia dapatkan rumahnya sudah rapi, bersih, susu kambing sudah diperas dan makanan sudah tersedia. Timbul penasaran di hati Umar ra ingin cari tahu siapa gerangan yang datang membantu nenek tua tadi.
Hari berikutnya ia datang ke rumah nenek buta pagi-pagi sekali. Hari itu berbeda dengan hari biasanya, ia tidak masuk ke rumahnya, tetapi ia duduk di luar rumah menunggu siapa gerangan yang datang ke rumahnya setiap hari. Tiba tiba seorang datang mengetuk pintu rumah nenek buta itu dan masuk ke dalam rumah. Ia adalah Abu Bakar Shidiq ra. pada saat itu ia menjabat sebagai khalifah.
Setelah Umar ra mengetahui kejadian itu, ia kembali pulang dan di hati beliau tersimpan kesan indah dan pujian terhadap perbuatan dan kemurahan hati khalifah Abu Bakar ra yang selalu mendahuluinya dalam segala kebaikan. Abi ‘Ulya
Embun
Mendiamkan Kemungkaran Membawa Bencana
Kufr (kekafiran), fusuq (kefasikan dan ‘isyhyan (kemaksiatan) adalah penyebab keburukan dan permusuhan, maka adakalanya seseorang atau kelompok melakukan perbuatan dosa, sedangkan segolongan yang lainnya tidak mau memerintahkan yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran, maka sikap seperti itu termasuk dosa.
Tidak adanya nahyul mungkar itulah yang akan menyebabkan terjadinya perpecahan, perselisihan, serta berbagai bentuk keburukan dalam kehidupan. Bencana dan keburukan terbesar baik di zaman dahulu, maupun sekarang, karena memang manusia cenderung berbuat kezaliman. Sekarang, kezaliman dan kebodohan telah terjadi di seluruh lapisan kehidupan. Tak ada keinginan dengan sunguh-sungguh mencegah dan melarang segala bentuk kezaliman dan kebodohan, dan justru semuanya itu dibiarkan, seakan kehidupan ini sudah dikooptasi oleh sifat yang zalim dan bodoh dari manusia.
Barangsiapa yang merenungkan berbagai bencana yang terjadi, maka tak lain faktor penyebabnya adalah kezaliman dan kebodohan. Ibn Taimiyah melihat bahwa bencana yang terjadi di antara para pemimpin umat dan para ulamanya serta siapa saja yang masuk dalam kategori itu, termasuk dari kalangan raja dan masyayikh (ulama) berikut orang-orang yang mengikuti mereka dari masyarakat awam, dan semuanya berakar dari faktor itu.
Termasuk adanya fitnah tersebut berbagai faktor kesesatan berupa ‘hawa nafsu yang berkedok keagamaan’ (al Ahwa’ ad-Diniyah). Sekarang berbagai kezaliman dan kebodohan, dan adanya berbagai penyimpangan terhadap mabadi’ (prinsip-prinsip) Islami, berkembang biak di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi kehidupan yang tenteram dan jiwa yang tenteram (qolbun salim). Inilah yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan. Saling fitnah dan membenci telah merasuk dalam kehidupan yang nyata.
Manusia telah dirasuki jiwa yang disebut ‘As-Syuh’ yang artinya kerakusan jiwa yang sangat besar, dan menyebabkan kebakhilan (tidak ada rasa belas kasihan) terhadap orang-orang yang lemah, menahan apa yang dikuasainya, mengambil harta orang lain dengan zalim, yang menyebabkan terputusanya kekerabatan dan menyebebkan kedengkian, rasa tidak suka terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Menurut Ibn Taimiyah ada tiga jenis dosa, pertama, dosa yang berisi kezaliman terhadap manusia, seperti kezaliman dengan mengambil harta, menghalangi hak-hak, dengki, tamak dan rakus, membiarkan kerusakan dan kemungkaran oleh seorang penguasa. Kedua, dosa yang berisi kezaliman terhadap diri sendiri, seperti minum kamr dan zina. Apabila kemudharatan kedua tidak melampaui batas. Ketiga, dosa yang didalamnya berhimpun dua perkara tersebut. Seperti, pejabat yang mengambil harta manusia dengan cara yang zalim, lalu melakukan perbuatan dosa lainnya, seperti meminum kamr dan berzina. Inilah yang akan menyebabkan terjadinya bencana.
Dan, sekarang ini banyak manusia yang memiliki sifat ‘As-Syuh’, rakus, tamak, bakhil, dan menahan apa yang telah dikuasainya, dan kemudian mengibatkan terjadinya bencana yang dahsyat, dan itu diawalinya semakin banyak orang yang fakir, dan terlantarkan hak-haknya, serta tidak mendapatkan adanya keadilan. Karena golongan ‘As-Syuh’ itu telah menjadi penguasa yang sejati dalam kehidupan.
Maka, ketika menjelang akhir masa pemerintahan Khalifah Utsman dan Ali, kebanhyakan berada pada bagian terakhir, kaerna dalam diri mereka terdapat syahwat dan syubhat, serta ditutupi dengan iman dan agama, dan itu semua terdapat dalam diri sebagian para pejabat dan sebagian rakyat (umat). Dan, munculllah fintah yang penyebabnya, yaitu tidak adanya ketakwaan dan ketaatan, serta bercampur-baurnya antara takwa dan taat dengan hawa nafsu dan kemaksiatan diantaranya kalangan pemimpin dan umat.
Sementara itu, masing-masing mentakwilkan bahwa fihaknya memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan pihaknya berada dalam kebenaran dan keadilan. Ada jenis hawa nafsu yang menyertai takwil tersebut, lalu terdapat sejenis persangkaan dan keinginan nafsu. Meskipun, salah satu dari masing-masing itu mengklaim lebih dekat dengan kebenaran.
Inilah keadaan yang terjadi hari ini yang akan terus berlanjut, di masa-masa yang akan datang. Semuanya akan menyebabkan terjadinya bencana. Wallahu ‘alam. TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar