Mendiamkan Kemungkaran Membawa Bencana (Edisi Januari 2010)
Kufr (kekafiran), fusuq (kefasikan dan ‘isyhyan (kemaksiatan) adalah penyebab keburukan dan permusuhan, maka adakalanya seseorang atau kelompok melakukan perbuatan dosa, sedangkan segolongan yang lainnya tidak mau memerintahkan yang ma’ruf, dan mencegah kemungkaran, maka sikap seperti itu termasuk dosa.
Tidak adanya nahyul mungkar itulah yang akan menyebabkan terjadinya perpecahan, perselisihan, serta berbagai bentuk keburukan dalam kehidupan. Bencana dan keburukan terbesar baik di zaman dahulu, maupun sekarang, karena memang manusia cenderung berbuat kezaliman. Sekarang, kezaliman dan kebodohan telah terjadi di seluruh lapisan kehidupan. Tak ada keinginan dengan sunguh-sungguh mencegah dan melarang segala bentuk kezaliman dan kebodohan, dan justru semuanya itu dibiarkan, seakan kehidupan ini sudah dikooptasi oleh sifat yang zalim dan bodoh dari manusia.
Barangsiapa yang merenungkan berbagai bencana yang terjadi, maka tak lain faktor penyebabnya adalah kezaliman dan kebodohan. Ibn Taimiyah melihat bahwa bencana yang terjadi di antara para pemimpin umat dan para ulamanya serta siapa saja yang masuk dalam kategori itu, termasuk dari kalangan raja dan masyayikh (ulama) berikut orang-orang yang mengikuti mereka dari masyarakat awam, dan semuanya berakar dari faktor itu.
Termasuk adanya fitnah tersebut berbagai faktor kesesatan berupa ‘hawa nafsu yang berkedok keagamaan’ (al Ahwa’ ad-Diniyah). Sekarang berbagai kezaliman dan kebodohan, dan adanya berbagai penyimpangan terhadap mabadi’ (prinsip-prinsip) Islami, berkembang biak di tengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi kehidupan yang tenteram dan jiwa yang tenteram (qolbun salim). Inilah yang akan membawa malapetaka dalam kehidupan. Saling fitnah dan membenci telah merasuk dalam kehidupan yang nyata.
Manusia telah dirasuki jiwa yang disebut ‘As-Syuh’ yang artinya kerakusan jiwa yang sangat besar, dan menyebabkan kebakhilan (tidak ada rasa belas kasihan) terhadap orang-orang yang lemah, menahan apa yang dikuasainya, mengambil harta orang lain dengan zalim, yang menyebabkan terputusanya kekerabatan dan menyebebkan kedengkian, rasa tidak suka terhadap apa yang dimiliki orang lain.
Menurut Ibn Taimiyah ada tiga jenis dosa, pertama, dosa yang berisi kezaliman terhadap manusia, seperti kezaliman dengan mengambil harta, menghalangi hak-hak, dengki, tamak dan rakus, membiarkan kerusakan dan kemungkaran oleh seorang penguasa. Kedua, dosa yang berisi kezaliman terhadap diri sendiri, seperti minum kamr dan zina. Apabila kemudharatan kedua tidak melampaui batas. Ketiga, dosa yang didalamnya berhimpun dua perkara tersebut. Seperti, pejabat yang mengambil harta manusia dengan cara yang zalim, lalu melakukan perbuatan dosa lainnya, seperti meminum kamr dan berzina. Inilah yang akan menyebabkan terjadinya bencana.
Dan, sekarang ini banyak manusia yang memiliki sifat ‘As-Syuh’, rakus, tamak, bakhil, dan menahan apa yang telah dikuasainya, dan kemudian mengibatkan terjadinya bencana yang dahsyat, dan itu diawalinya semakin banyak orang yang fakir, dan terlantarkan hak-haknya, serta tidak mendapatkan adanya keadilan. Karena golongan ‘As-Syuh’ itu telah menjadi penguasa yang sejati dalam kehidupan.
Maka, ketika menjelang akhir masa pemerintahan Khalifah Utsman dan Ali, kebanhyakan berada pada bagian terakhir, kaerna dalam diri mereka terdapat syahwat dan syubhat, serta ditutupi dengan iman dan agama, dan itu semua terdapat dalam diri sebagian para pejabat dan sebagian rakyat (umat). Dan, munculllah fintah yang penyebabnya, yaitu tidak adanya ketakwaan dan ketaatan, serta bercampur-baurnya antara takwa dan taat dengan hawa nafsu dan kemaksiatan diantaranya kalangan pemimpin dan umat.
Sementara itu, masing-masing mentakwilkan bahwa fihaknya memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, dan pihaknya berada dalam kebenaran dan keadilan. Ada jenis hawa nafsu yang menyertai takwil tersebut, lalu terdapat sejenis persangkaan dan keinginan nafsu. Meskipun, salah satu dari masing-masing itu mengklaim lebih dekat dengan kebenaran.
Inilah keadaan yang terjadi hari ini yang akan terus berlanjut, di masa-masa yang akan datang. Semuanya akan menyebabkan terjadinya bencana. Wallahu ‘alam. TIM
Sepuluh Risalah Pemuda Islam
Tak dapat disangkal lagi bahwa eksistensi pemuda Islam dalam kehidupan amat penting, karena merekalah yang memiliki potensi untuk mewarnai perjalanan sejarah umat manusia pada umumnya. Semua ideologi yang berorientasi pada strategi revolusi, menganggap pemuda sebagai tenaga paling revolusioner karena secara psikologis manusia mencapai puncak hamasah (gelora semangat) dan quwwatul jasad (kekuatan fisik) pada usia muda. Hal tersebut menumbuhkan semangat pergerakan, perubahan, bukan stagnasi ataupun status quo. Dalam setiap kurun waktu, kemarin, kini dan esok, pemuda senantiasa berdiri di garis terdepan. Baik sebagai pembela kebenaran yang gigih ataupun sebagai pembela kebatilan yang canggih.
Pentingnya memanfaatkan masa muda digambarkan dalam hadist Rasulullah SAW, sebagai berikut: “Manfaatkan yang lima sebelum datang yang lima: masa mudamu sebelum datang masa tuamu; masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu; masa kayamu sebelum datang masa miskinmu; masa hidupmu sebelum datang masa matimu; masa luangmu sebelum datang masa sibukmu.” (H.R. Al Baihaqi)
Sepuluh risalah pemuda Islam :
1. Memahami Islam. Mustahil pemuda dapat memuliakan Islam kalau mereka sendiri tidak memahami Islam (35:28, 58:11)
“Siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat kebaikan, maka dipandaikanlah dalam agama.” (H.R. Bukhari-Muslim)
“Dunia ini terkutuk dan segala isinya terkutuk kecuali dzikrulloh dan yang serupa itu dan orang alim dan penuntut ilmu.” (H.R. At Tirmizi)
2. Mengimani segenap ajaran Islam. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya pada hakikatnya merupakan sebuah sikap mental patuh dan tunduk (23:51). Tunduk patuh berlandaskan cinta kepada-Nya (2:165) dan ittiba’ (mengikuti) rasul-Nya (3:31, 53:3-4).
3. Mengamalkan dan mendakwahkan Islam. Ciri orang yang tidak mengalami kerugian (khusrin) dalam hidup adalah senantiasa mengamalkan dan mendakwahkan Islam (103:1-3, 41:33, 3:110, 9:71, 5:78-79).
“barang siapa menyeru kepada kebaikan maka ia akan memperoleh pahala sepadan dengan orang yang mengerjakannya.” (H.R. Muslim)
4. Berjihad dijalan Islam. Jihad adalah salah satu hal yang diwajibkan Allah kepada kaum muslimin. Said Hawa membagi jihad menjadi lima macam :
a. Jihad Lisaani, menyampaikan dakwah Islam kepada orang-orang kafir, munafik dan fasiq yang disertai dengan hujjah (argumentasi) yang dicontohkan oleh Nabi SAW. (5:62)
b. Jihad Maali atau jihad dengan harta (49:15, 9:111). Jihad dengan harta merupakan bagian vital bagi jihad yang lainnya, karena dakwah memerlukan sarana dan prasarana.
c. Jihad Bilyad wan nafs atau jihad dengan tangan/kekuatan dan jiwa (22:39, 2:190, 8:39, 9:36). Termasuk dalam jihad ini adalah menentang orang kafir, berusaha mengusir mereka dari bumi Islam, memerangi kaum murtad dalam negeri Islam, melawan pemberontakan atau pembangkangan atas negara Islam.
d. Jihad Siyaasi atau jihad politik.
e. Jihad Tarbawi/ta’limi, yakni bersungguh-sungguh mengajarkan, menyampaikan ilmu dan mendidik orang-orang yang ingin memahami Islam (3:79)
5. Sabar dan istiqomah di atas jalan Islam (21:83-85, 38:41-44, 37:100-107, 21:68-69, 71:5-9). Keimanan harus dilanjutkan dengan kesabaran dan istiqamah. “Keyakinan dalam iman haruslah secara bulat dan kesabaran itu setengah dari iman.” (H.R. Abu Nu’aim)
6. Mempersaudarakan manusia dalam ikatan Islam. Pemuda seharusnya berperan dalam menjalin ukhuwah islamiyah sesama muslim (8:63, 59:9). “Setiap mukmin yang satu bagi mukmin lainnya bagaikan suatu bangunan, antara satu dengan yang lainnya saling mengokohkan,” (Al hadist)
7. Menggerakkan dan mengarahkan potensi umat Islam. Potensi umat Islam perlu diarahkan ke dalam amal jama’i secara efektif dan efisien (3:146)
8. Optimis terhadap masa depan Islam. Pemuda Islam tak boleh memiliki jiwa pesimis. Sebaliknya, harus optimis akan hasil perjuangan dan pertolongan serta balasan dari Allah SWT. Hanya orang kafirlah yang memiliki sifat pesimis (12:87, 15:56).
9. Introspeksi diri (muhasabah) terhadap segala aktivitas yang telah dilakukan.
Introspeksi dan evaluasi dimaksudkan agar pemuda tidak mengulang kesalahan yang sama di hari mendatang, tidak terjebak dengan permasalahan yang sama dan mampu memperbaiki diri ke arah yang lebih baik (13:11).
“Seorang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersiap dengan amal sebagai bekal untuk mati.” (H.R. At Tirmizi)
10. Ikhlas dalam segenap pengabdian di jalan Islam. Memurnikan niat karena Allah dalam ibadah, dan jihad merupakan masalah fundamental agar amal itu diterima sekaligus sukses.
“Sesungguhnya Allah menolong umat ini hanya karena orang-orang yang lemah di antara mereka yaitu dengan dakwah, shalat dan ikhlas mereka,” (H.R. An Nasai dari Sa’ad bin Abi Waqash). (bbg smbr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar