Rabu, 28 Oktober 2009

OASE

BELAJAR MEMAAFKAN (Edisi Februari 2010)

Suatu ketika, ada seorang guru yang meminta murid-muridnya untuk membawa satu kantung plastik bening ke sekolah. Ia meminta setiap anak untuk memasukkan beberapa kentang di dalamnya. Setiap anak diminta untuk memasukkan sebuah kentang, untuk setiap orang yang tak mau mereka maafkan. Mereka diminta untuk menuliskan nama orang itu, dan mencantumkan tanggal di dalamnya. Ada beberapa anak yang memiliki kantung yang ringan, walaupun banyak juga yang memiliki plastik yang kelebihan beban.

Mereka diminta untuk membawa kantung bening itu siang dan malam. Ke mana saja harus mereka bawa selama satu minggu penuh. Kantung itu, harus ada di sisi mereka kala tidur, di letakkan di meja saat belajar dan ditenteng saat berjalan. Lama-kelamaan kondisi kentang itu makin tak menentu. Banyak dari kentang itu yang membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini.

Akhirnya, waktu satu minggu itu selesai. Semua anak banyak yang memilih untuk membuangnya daripada menyimpannya terus menerus. Pekerjaan ini setidaknya, memberikan hikmah spiritual yang besar sekali buat anak-anak. Suka-duka saat membawa kantung yang berat akan menjelaskan pada mereka, bahwa membawa beban itu sesungguhnya sangat tidak menyenangkan. Memaafkan adalah pekerjaan yang lebih mudah daripada membawa semua beban itu ke mana saja kita melangkah.

Ini adalah sebuah perumpamaan yang baik tentang harga yang harus kita bayar untuk sebuah kepahitan yang kita simpan dan dendam yang kita genggam terus menerus. Getir, berat, dan meruapnya aroma yang tak sedap, itulah nilai yang akan kita dapatkan saat memendam amarah dan kebencian. Sering kita berpikir, memaafkan adalah hadiah bagi orang yang kita beri maaf. Namun, kita harus kembali belajar bahwa pemberian itu juga hadiah untuk diri kita sendiri. Hadiah untuk sebuah kebebasan. Kebebasan dari rasa tertekan, rasa dendam, rasa amarah dan kedengkian hati. Net/NAD



Umar dan Nenek Tua (Edisi Januari 2010)

Di sebuah rumah kecil, hidup seorang nenek buta yang memiliki seekor kambing, sebuah ember dan tikar yang sudah usang. Melihat keadaannya yang sangat menyedihkan, Umar bin Khattab berjanji kepadanya untuk datang setiap saat membantu membersihkan rumahnya, memeras susu kambing dan membawa makanan baginya.

Satu hari sebagaimana biasa ia datang ke rumah nenek buta itu, tapi hari itu sangat berbeda dengan hari-hari yang lain, ia mendapatkan rumahnya sudah rapi, bersih, susu kambing sudah diperas dan makanan sudah tersedia. Beliau sangat heran siapa gerangan yang datang ke rumah nenek itu?

Hari berikutnya ia datang lagi ke rumahnya. Begitu pula ia dapatkan rumahnya sudah rapi, bersih, susu kambing sudah diperas dan makanan sudah tersedia. Timbul penasaran di hati Umar ra ingin cari tahu siapa gerangan yang datang membantu nenek tua tadi.

Hari berikutnya ia datang ke rumah nenek buta pagi-pagi sekali. Hari itu berbeda dengan hari biasanya, ia tidak masuk ke rumahnya, tetapi ia duduk di luar rumah menunggu siapa gerangan yang datang ke rumahnya setiap hari. Tiba tiba seorang datang mengetuk pintu rumah nenek buta itu dan masuk ke dalam rumah. Ia adalah Abu Bakar Shidiq ra. pada saat itu ia menjabat sebagai khalifah.

Setelah Umar ra mengetahui kejadian itu, ia kembali pulang dan di hati beliau tersimpan kesan indah dan pujian terhadap perbuatan dan kemurahan hati khalifah Abu Bakar ra yang selalu mendahuluinya dalam segala kebaikan. (Abi ‘Ulya)



Pemuda Ideal = Pemuda Muslim

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan dan memuliakan para pemuda, hal ini terlihat dari bagaimana al-Quran menceritakan kisah tentang Ashaabul Kahfi. Mereka adalah cermin sekelompok pemuda yang beriman dan tegar keimanannya kepada Allah. Mereka berani meninggalkan kaumnya yang mayoritas menyimpang dari ajaran Allah dan penguasa yang dzalim sementara ratusan orang beriman dibinasakan dengan cara diceburkan ke dalam parit berisi api yang bergejolak. Akibat perlakuan penguasanya mereka pergi ke sebuah gua dan Allah SWT. menyelamatkan para pemuda tersebut dengan menidurkan mereka selama 309 tahun.
Ibnu Abbas ra. berkata, “Tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (30-40 tahun). Begitu pula tidak ada seorang alim pun yang diberi ilmu melainkan ia dari kalangan pemuda.” Kemudian Ibnu Abbas ra. membaca firman Allah, surat al-Anbiya ayat 60: Mereka berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala, namanya Ibrahim.”
Dalam sejarah, kita lihat pembinaan pertama yang dilakukan Rasulullah SAW. terhadap para pemuda. Termuda, Ali bin Abi Thalib berusia 8 tahun hampir sama dengan Az-Zubair bin Al’Awwam. Kemudian Ja’far bin Abi Thalib (18), Usman bin Affan (20) dan Umar bin Khattab (26). Hanya Abu Bakar As Shiddiq yang berusia 37 tahun saat itu. Usamah bin Zaid, diusianya yang masih cukup belia (18), Rasulullah SAW. mengangkatnya menjadi panglima perang untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam penyerbuan ke wilayah Syam yang berada di bawah kekuasaan Romawi.
Pemuda-pemuda inilah yang dapat menjadi teladan bagi kita generasi pemuda di zaman modern ini. Ilmu pengetahuan yang luas, tidak hanya ilmu agama tapi juga ilmu dunia seperti: ilmu kedokteran, astronomi dan lainnya. Ketakwaan semata-mata hanya ditujukan untuk mencari ridho Allah dan RasulNya.
Dr. M. Manzoor Alam (1989: 40-43), menyebutkan ada sifat-sifat dasar yang dituntut dari pemuda Islam. Pertama, percaya dan hanya menyembah kepada Allah. Penundukkan diri sepenuhnya, pengikat diri secara total dan penyerahan diri seutuhnya kepada Allah adalah ciri pemuda yang utama. (QS. 17; 23 dan QS. 31: 12-13). Kedua, baik terhadap orang tua. Islam menekankan pentingnya berbuat baik terhadap orang tua yang merupakan bagian dari penyembahan kepada Allah Yang Maha Kuasa (QS. 17: 23). Ketiga, jujur dan bertanggung jawab. Pemuda Islam hendaknya berikhtiar untuk memanfaatkan amanah yang berupa kekayaan, kedudukan, kesehatan, tindakan, pengetahuan, dll. (QS. 17: 16-17). Keempat, persaudaran dan kasih sayang. Pemuda Islam hendaknya memiliki sifat mencintai sesamanya dan hendaknya dijiwai oleh semangat berkorban (QS. 49: 10 dan 3: 103). Kelima, bermusyawarah. Pemuda Islam harus berpegang kepada musyawarah dan harus selalu mentaati norma-norma permusyawarahan, seperti diamanatkan dalam Alquran Surat Asy-Syurura (42): 38 dan Ali ‘Imran (3): 159.
Alangkah indahnya bila sifat-sifat dasar tersebut ada di dalam diri pemuda Muslim Indonesia. Bukan hal yang mustahil pemuda-pemuda tersebut akan membawa perubahan dan kemajuan ke arah yang jauh lebih baik. Menjadikan bangsa Indonesia negara maju yang disegani tidak hanya di Asia tetapi di dunia. Amin allahumma amin. Pertanyaannya adalah mampukah kita membangun terwujudnya pemuda yang sesuai dengan tuntutan Alquran tersebut? (jl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar