Rabu, 28 Oktober 2009

MATA ANGIN

Mencintai dan Dicintai (Edisi Januari 2010)

“Cinta kepada bunga akan layu, cinta kepada manusia akan berpisah, cinta kepada Allah S. W. T. akan abadi”

Cinta adalah energi yang dapat memberikan kebahagiaan. Mencintai dan dicintai adalah dua kata yang tak dapat dipisahkan, keduanya harus selalu ada dalam hidup seseorang. Orang yang dapat mencintai dan dicintai akan mempunyai jiwa yang sehat. Sebab cinta bukan menuntut tapi ketulusan untuk selalu memberi. Pada dasarnya cinta berasal dari jiwa yang bahagia.

Cinta membuat seseorang bersemangat untuk mencapai sesuatu yang dicintainya bahkan rela menghadapi tantangan berat demi mendapatkan yang dicintainya. Di dalam hadits Rasulullah S. A.W. menyatakan bahwa kesempurnaan iman kita amat sangat bergantung pada sejauh mana kita mampu mencintai sesama, bahkan dikatakan mencintai saudara kita (seiman) seperti mencintai diri sendiri. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya yaitu orang-orang tawadhu, yang mencintai dan dicintai. Dan sesungguhnya orang yang aku benci adalah orang-orang yang suka berjalan dengan selalu mengadu domba dan memfitnah di antara orang-orang yang saling mencintai, yang selalu mencari-cari kesalahan dan cacat orang lain.” (HR. Tirmidzi)

Betapa indahnya bila hidup kita diisi dengan cinta. Biarkan cinta itu mengalir bebas ke sungai-sungai kehidupan yang kita lalui. Deras menghaluskan batu karang kehidupan bahkan meluluhkannya. Cintailah sesuatu sampai ke muara agar kita betul-betul dapat berlayar di samudera cinta. Sesungguhnya dalam bahasa iman tak ada istilah cinta bertepuk sebelah tangan karena tangan yang akan menepuk kita sebagai balasannya adalah “tangan” Allah S. W. T. Cinta mempunyai tabiat keseimbangan, antara mencintai dan dicintai adalah dua hal yang tak datang dengan cuma-cuma karena setiap manusia memerlukan pencapaian yang sangat panjang dan melelahkan. Cinta yang diikat atas bahasa iman akan memperoleh balasan yang terbaik di sisi Allah S. W. T. surga yang abadi. Insya Allah…WT



Muhasabah Cinta
Aku ingin mencintai-Mu
Setulusnya sebenar-benar aku cinta
Dalam doa
Dalam ucapan
Dalam setiap langkahku
Aku ingin mendekati-Mu
Selamanya
Sehina apapun diriku
Ku berharap untuk bertemu dengan-Mu
Ya Rabbi..
(song by : Minus-One)

Sejenak saat mendengar dan mencermati lirik lagu ini, coba kita tanyakan pada diri, apa benar diri ini sudah mencintai Rabb pencipta alam semesta ini dengan tulus? Sudah terujikah kekuatannya? Dapatkah diri ini bertemu dengan-Nya kelak sebagai cita-cita tertinggi seorang hamba?. Sebab dihadapan-Nya, seorang hamba tak kan berarti apa-apa kecuali menjadi taat dan cinta pada-Nya melalui kehidupan dunia ini.
Jika pernah merasakan jatuh cinta, mungkin inilah jatuh cinta terindah bagi seorang hamba yang lemah. Cinta yang tiada pernah bertepuk sebelah tangan. Jangan kaget jika sampai ada manusia yang merasa cukup dengan cinta pada Rabb-nya. Seperti Rabi’ah al-Addawiyah, seorang wanita sufi yang tak menikah, hidupnya hanya sibuk dengan bermunajat pada Rabb-nya. Ataupun seorang tokoh pergerakan Islam, Sayyid Quthb, yang tak sempat menikah akibat hidupnya disibukkan dengan upaya-upaya memperbaiki umat. Hidupnya ‘berdarah-darah’ dengan cerita yang cukup dramatis. Tapi bukan seperti itu juga, yang perlu dicontoh adalah semangat mereka mencintai Rabb Yang Maha Pengasih.
Muhasabah cinta dapat diartikan sebagai perenungan diri mengenai cinta. Nikmat benar jika seorang pemuda dapat merasakan nikmatnya mencintai Allah S. W. T. Dengannya, sumber semangatnya dalam beraktivitas tak akan pernah kering. Semuanya diniatkan hanya untuk Sang Illahi. Masa mudanya dihabiskan dengan aktivitas / pergerakan-pergerakan yang bermanfaat.
Kawan, segala hal memang butuh proses dalam mencapainya. Butuh waktu untuk merubah pola pikir seseorang. Jelas tidak hanya waktu saja yang menopang sebuah perubahan, tapi dengan ditambahnya usaha dan tekad yang kuat untuk menjadi lebih baik lagi. Namun, apakah kita telah melakukannya, berusaha mencoba mencintai-Nya? Ataupun mengisi masa muda kita dengan aktivitas-aktivitas yang diridohi Allah?
Pemuda yang kuat adalah harapan umat. Jika dari pemuda saja sudah jauh dengan sentuhan agama, tentu sulit kita memahami seberapa pentingnya seorang hamba mengenal ataupun mencintai Rabb-nya. Lihat saja, betapa pemuda jaman ini penuh dengan kepalsuan yang bisa jadi tak ia sadari. Kepalsuan yang membalut semua keangkuhan diri hingga terlihat biasa dan lebih terlihat lebih modern. Padahal gaya hidup yang cenderung kebarat-baratan (dalam hal yang negatif) ini melemahkan tujuan hidup pemuda. Jika pemudanya saja sudah bobrok, apa yang bisa diharapkan dari kelanjutan kehidupan di negeri ini? Benar-benar ke-terjajah-an pemikiran yang nyata.
Mungkin sulit pada zaman ini kita menemukan seorang pemuda yang menempati posisi penting di mata Rasulullah S. A. W., semisal Ali bin Abi Thalib. Memang benar, bahwa Ali bin Abi Thalib, seorang tokoh pemuda dari golongan sahabat Rasulullah S. A. W dapat dijadikan contoh nyata bagi pemuda. Ia seorang yang berani, tegas sekaligus lembut dalam perkataan, cerdas dan menguasai ilmu agama dengan baik. Pantas saja Rasulullah menerima pinangan Ali untuk putri kesayangannya, Fatimah Azzahra. Walau Ali bukanlah seorang pemuda yang terbilang kaya, bahkan sangat bersahaja.
Mari kita belajar mencintai Dzat yang paling berhak dicintai hamba-Nya. Dialah Rabb yang pertemuan dengan-Nya selalu menjadi impian seluruh hamba-Nya. Segala Puji bagi Allah dengan segenap pujian yang dikumandangkan para malaikat dan makhluk-Nya yang ada di segala penjuru jagat raya ini.

“Jika Allah mencintai seorang hamba, Jibril berseru ‘Sesuungguhnya Allah mencintai si fulan, maka cintailah dia!’. Maka, penduduk langit pun mencintainya. Kemudian diberikanlah bagi hamba tersebut kecintaan dan keridhoan di bumi.” [HR. al-Bukhari dalam kitab al-Adab (6640), {Fathul Bari (XI/467)}].

Sebagai bentuk perwujudan syukurmu kawan, siapkah menjadi pemuda tangguh dalam naungan cinta-Nya? (ctr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar