Minggu, 25 Oktober 2009

Pertaubatan

Oleh: Shanti Pujilestari, ST, M.Si


Kembalinya seseorang ke jalan Allah SWT terkadang melalui jalan yang berbeda bentuk dengan kisah-kisah yang sangat menarik. Sebuah kisah seorang teman, saudara dan kerabat yang bertaubat kadang-kadang bisa membuat kita berpikir alangkah indahnya sebuah perjalanan menuju pertaubatan. Kisah-kisah ini sering kita dapati di film-film, sinetron, koran dan majalah bernuansa Islami. Terkadang kita hanyut dan turut merasakan kenikmatan rasa yang didapat oleh saudara kita dalam sinetron tersebut. Tapi berapa banyak dari kita yang berhasil berfikir dan bertindak untuk menjaga rasa keimanan yang sangat tinggi pada detik-detik pertaubatan…. Mudah-mudahan kita selalu berada dalam rasa pertaubatan yang juga dirasakan oleh banyak saudara kita. Amin..

Dari sekian banyaknya cerita ada satu teman yang mengalami titik balik pada saat dirinya melaksanakan ibadah haji. Saudara kita ini berhaji pada usia yang cukup muda. Tanpa disangkanya ia harus menerima tawaran orang tuanya untuk berhaji. Tidak bisa mengatakan apapun sambil menuju kamarnya ia berkata kepada dirinya sendiri. “Apakah aku harus berhaji sekarang? Aku masih muda, bagiamana kalau aku masih ingin menikmati masa muda? Tapi bagaimana bila tawaran ini tidak aku laksanakan? Aku takut Allah SWT tidak memberi kesempatan padaku untuk berangkat ke rumah-NYA, bila tawaran ini tidak ku terima”. Segala pertanyaan berkecamuk. Pada akhirnya ia memutuskan untuk menerima tawaran kedua orang tuanya. Sambil meneteskan air mata ia berjanji akan bertaubat terlebih dahulu sebelum berhaji.

Dalam setiap manasik (kegiatan pengajian yang berisi tuntutan sebelum berhaji) yang diikutinya ia selalu menangis merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan nikmat tertinggi dirasakan ketika menginjakkan kakinya di Masjidil Haram melihat Ka’bah. Subhanallah, sungguh indahnya. Pertaubatan yang dilakukannya sambil menangis dia berjanji akan berubah menjadi manusia yang lebih baik dari hari ke hari. Ingin menjadi contoh bagi teman-teman lainnya di tanah air nanti. Bahkan iapun sempat berharap bisa bertemu dengan Rabbnya. Iapun merasa bahwa segala pertaubatannya diterima Allah SWT, tapi ketika ia melihat begitu banyaknya manusia yang bertaubat di Masjidil Haram, hatinya menjadi terasa sangat kecil… “saya bukan siapa-siapa”.

Saudaraku, perjuangan mempertahankan rasa yang sama pada saat serangkaian kegiatan berhaji saudara kita tadi sangat sulit dilakukan olehnya. Berbagai cara ia harus usahakan untuk tetap istiqomah, seandainya Allah S. W. T. memanggilnya pada saat itu mungkin segalanya telah selesai. Tapi tidak, Allah S. W. T. menginginkan haji muda tadi untuk berjuang menjalani hari-harinya di dunia yang kadang menyeret-nyeretnya untuk berpaling kepada hal yang tidak baik. Semoga saudara kita tadi tetap menjaga bertaubatannya dan bisa mempertahankan rasa, ya rasa yang paling tinggi, kenikmatan tertinggi pada saat bertaubat… Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar