Oleh: Drs. Sis Gunawan
Beberapa bulan lagi di tahun 2009 ini kita akan mengikuti pesta demokrasi untuk memilih para pemimpin dan wakil kita yang akan duduk di lembaga legislatif. Dalam memilih calon pemimpin, kita tidak saja dihadapkan oleh berbagai tantangan, tetapi juga kesempatan dan peluang yang seharusnya kita mulai prediksi dan kesempatan yang akan dihadapi agar meraih kesuksesan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Bagaimana keberhasilan mengatasi berbagai tantangan atau krisis kepemimpinan tersebut dalam meraih kesuksesan, tergantung bagaimana akhlak pemimpin itu dalam me-manage-nya.
Dalam kitab suci al-Qur’an, kurang lebih Allah S. W. T. berfirman, “Maka (hanya) dengan rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlunak hati terhadap mereka. Dan seandainya engkau kasar, keras hati, niscaya mereka berpisah dari sekitarmu ...”
Diantara kunci keberhasilan Rasulullah S. A. W. baik sebagai pemimpin spiritual maupun sebagai pemimpin sosial kemasyarakatan, adalah karena keluhuran akhlaknya, kelembutan hati dan tutur katanya. Sehingga para sahabat beliau kala itu, amat mencintai dan menghormatinya. Bila mereka sedang berada di Majelis, bersama Rasulullah, tidak seorang pun dari mereka yang berani berbuat onar dan berkata kasar apalagi sampai menyakitinya. Mereka tenang, tunduk dan penuh hormat serta khidmat.
Akhlakul Karimah (keluhuran budi pekerti), sentral dan sekaligus magnet dalam pergaulan. Karena itu, akhlakul karimah harus disandang oleh setiap insan, khususnya bagi para pemimpin dalam mewujudkan kedamaian, kesejahteraan dan kejayaan bangsa. Tanpa akhlakul karimah, apa yang menjadi dambaan setiap insan itu, mustahil terwujud. Apalagi jika para pemimpinnya berakhlak sayyi’ah (rendah/tercela), tidak memiliki muru’ah (harga diri), tentu semakin runyam dan parah. “Seandainya engkau Muhammad, sebagai panutan umat, suka berkata kasar dan keras hati, tentu umat akan lari meninggalkan pergaulanmu.”
Diantara akhlakul karimah yang harus disandang oleh para pemimpin ialah : sifat tawadhu’ (rendah hati), amanah dan jujur, terbuka untuk dikritik, berlapang dada, suka memberi maaf kepada siapa saja dengan penuh keikhlasan dan tanpa pilih bulu. Seorang pemimpin tidak boleh sempit hatinya, mau menang sendiri, pendendam, apalagi bersikap “Adigang Adigung Adiguna”.
Suka memintakan ampunan dan maghfiroh kepada Allah untuk siapa saja, sesama orang yang beriman, ataupun bagi orang yang terlanjur berbuat kesalahan. Dituntut bagi seorang pemimpin untuk berlaku adil dan membendung lajunya perbuatan maksiat dan dosa, yang merupakan sumber malapetaka. Bukan malah memberi peluang bagi tumbuh suburnya kemaksiatan dan penyimpangan, apapun dalihnya.
Konsisten dalam perjuangan, suka melakukan musyawarah dalam mengambil setiap keputusan dan kebijaksanaan, terutama yang menyangkut kebaikan untuk umat. Musyawarah yang benar-benar dijiwai kesadaran yang tinggi, keikhlasan yang dalam dan penuh tanggung jawab, demi memperoleh ridha Illahi Rabbi. Bukan musyawarah yang dijiwai dengan ambisi dan mau menang sendiri. Senantiasa bertawakkal kepada Allah S. W. T. Sikap tawakkal, berserah diri dengan penuh ikhlas adalah penting bagi setiap pemimpin umat, agar segenap langkah dan kebijaksanaan yang telah diambilnya senantiasa diridhai serta dirahmati juga diberkahi oleh Allah Yang Esa. Sehingga apapun yang terjadi sesudah itu, akan diterima dengan penuh syukur dan sabar.
Seorang pemimpin harus amanah, jujur dan bersikap demokratis, yakni mengabdikan dirinya kepada tugas yang dipercayakan kepadanya. Berwibawa dan tegas, sehingga dipatuhi oleh umat yang dipimpinnya.
Itulah antara lain akhlakul karimah yang perlu disandang oleh setiap pemimpin dan panutan umat, yang nantinya bila kita benar-benar menginginkan kedamaian, kesuksesan, kebahagiaan, serta kesejahteraan dan kejayaan bangsa Indonesia seperti yang disampaikan oleh Al Hafidz Jalaluddin Al-Suyuti bahwa salah satu ciri manusia yang paling baik adalah mereka yang paling baik akhlaknya. Insya Allah. (rk)
Sabtu, 24 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar